Berawal dari obrolan super ringan antara saya, Pak Suami, mama mertua, dan Boo anak saya yang berambut kribo afro di rest area yang berlokasi di Pengalengan yang kami kunjungi setelah puas ‘cuci mata’ di Rumah Pengabdi Setan.

Menurut kami, di Pengalengan yang udaranya sejuk dan pemandangannya mesmerizing ini, relatif sulit menemukan tempat makan yang bersih, memiliki menu menarik, dan tersedia tempat parkir yang proper. Tapi puji syukur, di tengah kami otw pulang, kami melihat suatu ‘fatamorgana’. Naa naa naa naa naaaaa… *majestic music.
Suatu rest area dengan tempat makan yang dari jauh terlihat menjanjikan (sesuai harapan standar kami), dan dengan parkir yang luas; tidak ketinggalan juga ada mushola dan toilet, ya layaknya tempat istirahat yang mudah ditemukan di sepanjang jalan tol.
Kaget juga, harga makanannya murah. Seporsi bakso yang mangkoknya berukuran besar, bisa didapat dengan IDR 15.000 saja. Dan surprisingly rasanya enak. Malam itu, kami berempat merasa content, ehehe. Sesudah melalui perjalanan yang melelahkan, dipertemukan dengan tempat makan yang bersih, dan makanannya pun murah dan enak.

Long story short, Pak Suami menuju ke kasir untuk membayar pesanan kami. Beberapa menit kemudian, Pak Suami datang lagi ke meja untuk menunggu kami bertiga menghabiskan makanan kami. Pak Suami mah sudah pasti selalu juara 1 kalau masalah makan, ehehe. Sudah habis duluan.
Pak Suami: “Murah ya, semuanya cuma habis 80 ribu. Eh aslinya sih 200 ribu, tapi Mba kasirnya, papah giniin…” *sambil mengedipkan sebelah mata, lalu melirik ke Boo, anak curly kami yang memang Pak Suami niatin untuk menggodanya
Jadi, Pak Suami ini senang menggoda anaknya dengan menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang Papah Genit. *ampuuun tepok jidat. Ehehe, tapi percayalah, saya tahu deklarasi dan behavior-nya yang begitu hanya di mulut saja, sekedar buat bahan becandaan di dalam keluarga kecil kami. *fingers crossed semoga memang beneran seperti itu.
Boo: “Hhhmmm apa, Papah??” *sambil mendekat ke arah papahnya seolah menunjukkan bahwa his eyes on him
Mama mertua: “Hehehe sudah bisa jadi penjaga mamahnya nih!“ sadar bahwa cucunya bisa diandalkan untuk menjadi ‘polisi’ bagi papahnya yang genit
Saya: “Ahhh aku tenang, aku gak perlu turun tangan, ada Boo yang selalu mengawasi ahahaha. Sukurin kau, Pap!” Sambil tertawa puasss.
Pak Suami: “Ya aku sabar menunggu sampai kamu kuliah, Boo. Pas kamu kuliah, aku bakal bebassss. Ihiiiyyy… Nanti kamu kan kuliahnya jauh, di Princeton atau Harvard, Boston. Lalu kamu akan sibuk dengan Quantum Mechanic; berkunjung ke CERN dan Fermilab; pokoknya kamu bakal sibuk dan tidak kepikiran buat ngawasin Papah, ahahaha“ *masih dalam rangka nggodain anak curly dengan meng-emphasize gesture-nya bahwa papahnya seorang ladies man.
Boo: “Saat aku sudah kuliah nanti, you’ll be in your forties, Pap, ahahaha!!” *surely dia bisa membalikkan keadaan dengan menyadarkan bahwa di usia 40an, Sang Papah sudah tidak seprima hari ini yang most likely sudah tidak menarik buat para wanita muda.
Pak Suami: “Weeee papah mah nanti kalau sudah tua, tetap kuat dan dalam kondisi prima! Cowok mah pasti tetap macho dan muda, Boo! Nah kalau wanita, baruuu beda, menua dan melemah wkwkwkwk” *paham dengan maksud Boo
Saya: “Ehhh enak aja, lemah nunak nunuk gak bakal bisa terjadi pada seorang perempuan yang rajin olahraga dan menjaga wellness-nya. Aku nanti 10 tahun lagi juga bakal tetap kuat dan prima wkwkwk..” *langsung menyahut
Mama mertua hanya tertawa-tawa mendengar obrolan kami.
Pak Suami: “Halaahhh, jangan terlalu yakin, Mah. Itu Boo, nanti lihat ya mamah di usia 40an bakal tetap seperti sekarang atau jadi melemah dan eiirkkk eirkkkk eeirkkk..” *imitating wanita tua yang sudah renta
Saya: “Wohhh, let’s see! Mari kita lihat 10 tahun lagi bagaimana keadaan kita masing-masing. Apakah aku bakal seperti yang Papah bilang? Apakah Papah bakal seperti yang Papah klaim? Ehehe. Berani gak?!”
Pak Suami: “Ayokkk siapa takut?! Kita buktikan bersama!”
Boo si anak curly tersenyum melihat papah mamahnya memperdebatkan hal yang tidak signifikan ini, dalam pikirannya (mungkin) being old kan inevitable tapi kok malah mereka berdua dengan lantangnya mengklaim diri mereka tetap young and attractive di belasan atau puluhan tahun ke depan. Rrrr ma old man and mi mama are foolish and absurd.
Saya: “OK, hari ini tanggal 17 September 10 tahun lagi kita lihat ya, Pah! What we’ll look like in 10 years?! Wkwkwkwk…”
Pak Suami: “YASS, kita cek bersama 10 tahun lagi! Hahahaha“
Begitulah candaan singkat, spontan, dan unexpected, yang menghasilkan suatu janji antara saya dan Pak Suami untuk saling melihat keadaan diri masing-masing pada tanggal 17 September 2031. Wkwkwk. Sungguh suatu vow yang konyol dan tak penting tapi bold dan seru juga sih ehehehe.
Melalui tulisan ini, saya now pronounce this vow as a LEGIT commitment, hence needs to be followed up di tanggal yang sudah ditentukan bersama.
Okay, let’s honour our vow in 10 years, Pah!