TENTANG DIRIMU, MAMAH GAJAH. Hhmm tema Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog Januari 2022 ini tricky dan menggelitik. Bagi sebagian orang, menceritakan diri sendiri adalah hal yang sulit, ada kekhawatiran untuk dinilai atau tidak dipercaya. Tentu saja ini lazim karena kita kan tidak bisa ‘melihat’ diri kita sendiri, maka timbul rasa takut tersebut.
Tetapi, santuyyy, kesampingkan pikiran itu, karena saya cukup yakin banyak yang berpikiran sama dengan saya. Menurut saya ketika ada orang yang menceritakan dirinya sendiri melalui tulisan, BERMANFAAT sekali.
Pengetahuan ini membuat saya makin menyadari bahwa MANUSIA, meskipun sama-sama memiliki dua kelenjar keringat: eccrine dan apocrine, ternyata sangat beragam. Dari segi karakter dan perilaku, keunikan, dan hal-hal mengejutkan lainnya yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bahkan bukan tidak mungkin saya bisa mendapatkan insight, wisdom, dan ilham. All those will lead to the increase in my amazement to The One and Only Our Creator.

AKU, SAYA, DIRIKU
Saya sempat keder dan sengaja meluangkan moment of silence waktu untuk kontemplasi mengenai bagian apa yang harus saya tuliskan mengenai diri saya sendiri. Tentunya saya harus mengemukakannya dengan seimbang dan hati-hati, tidak terlalu memuji maupun merendahkan diri.
- Nama saya Sri Nurilla Fazari. Kata ‘SRI’ ditambahkan oleh Eyang Putri yang diambil dari nama Ibu Bidan yang membantu persalinan Mamah dan berhasil ‘mengantarkan’ baby Uril ke dunia. Terima kasih, Bu Sri, it’s an honor.
- Anak pertama dari 5 bersaudara. Adalah suatu mukjizat Papah dan Mamah dikaruniai 5 orang anak mengingat Papah memiliki suatu kondisi yang secara science, kemungkinannya kecil untuk memiliki keturunan. Gusti Allah Maha Berkehendak.
- Perempuan berdarah Jawa yang mempunyai warna rambut coklat kehitaman dan bukan hitam (saja). Tidak jarang setiap ke salon, banyak yang menanyakan warna cat rambutnya apa. “Asli Mba, dari Gusti Allah.”
- Membosankan. (?)
- Pecinta legging.
- Sudah 5 tahun ‘setia’ dengan gelas yang sama. ‘My soulmate’ ini tidak pernah saya cuci dengan sabun, hanya saya bilas dengan air panas. Jangan coba-coba mencucinya. Jangan juga coba-coba memakainya, ehehe. Eh tapi di rumah, memang tidak ada yang mau memakainya sih, karena tampilannya gross, wkwkw. I realized I got this from Papah. Saya jadi paham kenapa dulu saat gelasnya saya cuci karena gemas dengan kerak-keraknya yang nempel, beliau malah marah. Well, good deed sometimes is not accepted as a kind gesture. (Gambar 1)

- Sampai detik ini, di hippocampus saya masih tersimpan momen Papah memarahi saya puluhan tahun yang lalu. Unforgettable event. Ceritanya, Mamah saya sangat senang dicabutin bulu ketiaknya, bergantian oleh kelima anaknya. Sampai merem melek gitu lah pokoknya saking enaknya. Dari situ, saya mengira dicabuti bulu ketiak adalah hal yang membuat orang senang. Siang itu saya melihat Papah sedang tidur dengan lengan terbentang ke atas. Saya merasa kasihan sekali karena bulu ketiaknya lebat. Namanya anak kecil dan berniat ingin menyenangkan ayahnya, saya inisiatif mencabut bulunya. Dan ternyata reaksinya tidak sesuai harapan. Yang pasti wajahnya SERAM.
- Gak suka hewan peliharaan. Neither dog lover nor cat lover.
- A ‘routine’ person. Jika ada hit man atau creepy folk yang ngincer, mudah nih ditargetnya. Ehehe.
- Memiliki kelainan kulit yang berupa autoimun, yang diperoleh saat stres berat menghadapi ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri dan super ngebet banget pingin masuk ITB. Waktu itu kepikiraaaan teruuus. Dan, tadaaa, ‘si dia’ muncul di betis deh ehehe.
- Kalau ada lomba “DIAM dengan durasi terlama”, dijamin saya bisa MENANG. Perks of being introverted person yang suka kikuk dan gelisah kalau ngobrol.
- Dikaruniai seorang anak yang rambutnya kribo curly coily seperti John Legend, Drake, dan banyak cowok ganteng lainnya ehehe.. Alhamdulillah. (Gambar 2)

- Hari libur yang paling tidak saya sukai adalah hari raya Idul Fitri. Saya ingiiin sekali menikmati masa-masa sesudah puasa Ramadhan dalam kesendirian dan bukan dalam hingar bingar bertemu dengan banyak orang.
- Orang yang retro futuristik. Feel free to define it.
- Tiada hari tanpa HULAHOPAN. (Gambar 3)

- Safety first. Well, you’ll never be too careful.
- Selalu menyempatkan tidur siang selama 30 menit, yang saya sebut sebagai beauty sleep. Selain karena memang ngantuk juga sih. Mungkin karena faktor U, ihihiyy.
- Tidak tertarik untuk ikut menonton sinetron yang sedang viral, Layangan Putus.
- Sampai detik ini masih memakai pembalut biasa. Maaf ya Bumi, untuk kasus ini, saya belum bisa beralih ke produk green, eco-friendly, sustainable, dan teman-temannya.
- Malas memasak. Apalagi ketika semua menu menggoda ada di dalam genggaman.
- Paling suka dipijat wajah dan kepalanya.
- Plumeria rubra dan Rosa gallica menjadi ‘bagian dari tubuh saya’.
- Pernah mengalami masa di mana suka sekali memakai baju warna merah from head to toe. Yaikkk.
- Tidak suka Indomie. Adakah yang begini juga? Ehehe.
- SELALU membawa kain lebar setiap kali mau tidur di hotel. Bahkan di hotel bintang 5 sekalipun. Saya tidak bisa tidur tenang kalau tidur di kasur hotel yang tidak dialasi kain yang dibawa dari rumah. Pernah mengamati ketika Mas-mas dan Mba-mba forensik di serial CSI dan Criminal Minds? Mereka memakai kacamata goggle, yang melaluinya bisa melihat ‘noda-noda’ warna biru di seantero ruangan. Padahal dengan mata telanjang, tempatnya bersih dan kinclong. Nama alatnya adalah Blue Forensic Light. Nah, ‘noda-noda’ tersebut adalah beragam jenis fluid (cairan tubuh), berbagai germs, maupun zat-zat yang ‘berbau’ organik lainnya. Membayangkannya,… eh tunggu, saya tidak mau bayangin. Ehehehe.
- Tidak bisa travel spontan dan travel lighter. Harus ada itinerary dan sulit untuk mengurangi barang bawaan. Perilaku saya yang ini seringkali membuat Pak Suami kesal, wkwk, maaf ya Papito.
- Memiliki sisir istimewa Mason Pearson. –Info endak penting– (Gambar 4)

- Tim nyisir rambut pake jari. Despite punya hairbrush spesial.
- Tim bubur tidak diaduk. Siapa yang satu tim dengan saya? Ehehehe.
- Embrace the unexpected. Sedang ingin makan pisang goreng, tetapi yang jualan tutup, ya sudah gapapa jajan yang lain saja. Ketinggalan pesawat, tenang, marah-marah tidak ada gunanya, yang penting lain kali jangan kelamaan mandinya. Mungkin karena faktor U juga sih, Uril-remaja masih sulit nerimo hal yang tidak sesuai rencana. Apalagi jaman ujian masuk PTN, selalu MINTA HARUS KE ITB, bukannya MINTA YANG TERBAIK, doanya maksa banget ke Gusti Allah. Kebayang jika saya tidak diterima di ITB, ummm.. ahh saya gak mau mbayangin.
- “Rules are made to be obeyed“. Ini juga mungkin karena faktor U, setelah dulu melalui fase rebel dan merasa sok yes membawa tagline “rules are made to be broken“.
- Tidak marah dan berprasangka buruk ketika Pak Suami membelikan bra yang salah ukuran. Terutama ketika beliau menganggap TB saya 10 cm lebih tinggi dari aslinya; BB saya 20 kg lebih berat dari aslinya; dan ukuran baju 2 nomer lebih besar dari yang seharusnya. Misalkan orang seperti beliau menjadi saksi pelaku kejahatan, yang harus memberi deskripsi ukuran badan ke Pak Polisi; fix saya kasihan ke Pak Polisi-nya.
- Selalu kagum dengan seseorang yang values themselves, yang tidak malu menjadi dirinya sendiri dan tahu apa yang diinginkan. Respect!
- Pernah hobby berburu baju thrifted di Gedebage. Dulu bagus-bagus ya koleksinya, sekarang ummm not so…
- Memiliki default wajah yang merupakan opposite dari Resting B*tch Face. Menurut Pak Suami, wajah saya adalah target mudah untuk dikerjain orang. Beliau kerapkali menyarankan agar saya belajar memasang tampang judes dan sangar, wkwkwk. Yahhh, kagak bisa-bisa euy, susah.
- Tougher than how I look. Meskipun wajahnya tampak too-nice, tetapi di situasi tertentu, surely I could be fierce.
- Antimainstream. Tidak suka join the crowd dan tidak mengikuti titah peer pressure.
- Menilai TEH TALUA sebagai minuman terenak sedunia. Pertama kali mencoba Teh Talua atau teh dicampur telur ini saat tinggal di Duri, Riau. Walaah langsung jatuh cinta, enaak, gak kalah lho dengan minuman kekinian. (Gambar 5)

Markiput, mari kita srupuut (dokumen pribadi)
- Selalu jaim dan dressed-up kemanapun perginya, even hanya ke Indomaret atau pasar. Because you’ll never know.
- Tidak punya sepatu high heels yang lancip. Padahal dulu doyan pisan euy, eh setelah jadi seorang Mamah, malah sukanya sneakers.
- Memakai anting-anting yang sama sejak jaman SD, yang merupakan pemberian dari Nenek. Kata Nenek, anting-anting ini dimiliki sejak beliau berusia 17 tahun. Wow, berarti umur anting ini sudah 70 tahun lebih! (Gambar 6)

- Tim ibu-ibu yang invest ke skin care. Makeup yang dipunyai hanya lipstick, itu pun rarely used.
Hoahhmmm *nguap. Ngantuk endak baca hal-hal ‘keAKUan” begitu? Ehehe. Akhirnya selesai sudah nge-list 38 (+4) seluk beluk seorang Bu Sri. Btw, adakah yang tahu kenapa saya menuliskan 38 (+4) instead of 42? 😀
Somehow menorehkan ‘kayak apa saya’ ini jogs my memory dan membuat saya makin mengerti bahwa at some points, people could change. Yahh, berharap semoga perubahannya untuk yang terbaik. Puji syukur alhamdulillah menjadi Mamah Gajah dan mengikuti komunitasnya memberi pengaruh yang positif dan penuh manfaat.
Aku dan Mamah Gajah
Mamah Gajah di Mataku
Btw, MAMAH GAJAH? Pertama kali saya mengetahui istilah ini di akhir tahun 2019, saat saya baru mempunyai akun media sosial Instagram. Akun Instagram “Mamah Gajah Berlari” caught my attention. “Owalaah ternyata ada ya sebutan buat ibu-ibu alumni kampus gajah duduk..,” pikir saya. Thumbs up buat para founding fathers-nya yang telah mempersatukan kami yang sudah tersebar di berbagai belahan dunia. 🙂
Adanya komunitas Mamah Gajah di semua bidang ini mengundang takjub dari civitas akademika lain lho: adik ipar saya yang dari IPB, sepupu saya yang dari UI, teman saya yang lulusan Unpad.
Saya amati para Mamah Gajah yang saya tahu dan kenal, semuanya bikin saya kagum. *standing applause! Ada yang sudah ‘bibit unggul’ sejak dini, seperti May yang sudah bisa membaca di usia 3 tahun, Mamah Restu yang melahap buku-buku fiksi sejak TK. Ada yang sampai detik ini masih berkutat dengan ilmu yang diperolehnya semasa kuliah, menjadi peneliti, berkarir di bidang yang align dengan jurusannya. Ada yang ‘tidak bisa move on‘ sehingga bisa sampai belasan tahun tetap di dalam kampus, menjadi dosen, atau staf TU. Ada yang, meskipun tidak suka dengan jurusan kuliahnya dulu, tetapi tetap berkarya di bidang lain dengan total, seperti menulis buku, aktif dalam bidang literasi. Dan masih banyaaak lagi. Lengkap!
Selain itu, para Mamah Gajah yang saya kenal dan saya tahu; orangnya sederhana, rendah hati, dan restless untuk berkarya. Masya Allah. Tentunya saya bangga menjadi bagian dari Mamah Gajah.
Episode Immature dengan ‘ke-ITB-annya’
Speaking of BANGGA, rasa tersebut sudah tertanam sejak saya berhasil memasuki kampus impian ini, Institut Teknologi Bandung. Pastinya bukan BANGGA yang sampai level chauvinist ya ehehe.
Tetapi memang saya pernah melalui beberapa tahap ‘SOK YESS‘, di mana saya (tanpa sadar) show-off dan merasa ‘lebih’. Seperti: rajin menjadi kutu loncat, dengan dalih tempat saya bekerja tidak ada lulusan ITB-nya. Saya merasa tidak belong to those places, sehingga membuat saya rutin job hunting. Begitu saja siklusnya: diterima –> masuk –> merasa bukan tempatnya –> resign.
Astaghfirullah. Ahh, mungkin jika kala itu saya stick di salah satu kantor tersebut, sekarang posisi saya sudah di level middle-to-top management meureun ya, wkwkwk. Sudah dipanggil LadyBoss gitu ihihihiiy. *salah sendiri songong gak jelas, sukuriiin!!
‘Karir’ Terakhir yang Menuai Pro Kontra
Setelah beberapa tahun ‘berkarir’ menjadi kutu loncat, di usia 25 tahun saya insyaf. Saya bertekad untuk tekun dan loyal menjalankan pekerjaan yang akan saya terima selanjutnya. Ealaaah, ternyata di usia tersebut saya dilamar dan menikah, dan saya tidak diizinkan bekerja oleh Pak Suami, wkwkwkwk. Ya sudah, eversince, saya menjadi Ibu Rumah Tangga saja.
Sesuai dugaan, tidak jarang saya mendapat pernyataan dan pertanyaan yang membuat goyah:
- “Ngapain tinggi-tinggi sekolah ngetop kalo ujung-ujungnya cuma di rumah saja?”
- “Sia-sia perjuanganmu, Ril. Sudah capek–capek jadi mahasiswi miskin yang ngirit, lari-lari nyari beasiswa, ngajar privat anak SMP, pernah gak makan seminggu saat kuliah dulu. Ehh tibakno ijazahnya tidak kepakai..”
- “Gak pingin nyenengin Mamah Papahmu ta? Apalagi adik-adikmu masih butuh banyak biaya dan juga ingin kuliah..”
Semuanya saya terima dengan senyuman dan satu kata ‘ehehehe‘. Saya sudah punya jawaban atas semuanya (namun sengaja tidak saya kemukakan kepada mereka):
- “Walaupun #dirumahsaja bukan berarti saya tidak menerapkan ilmu yang saya peroleh selama saya berkuliah. Pola pikir yang terbentuk; kemampuan menghadapi problema dari pelajaran Metodologi Penelitian; pengetahuan Kalkulus, Fisika, Kimia, yang bisa saya aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dan bisa menjadi guru privat untuk anak saya; dan still counting….”
- “Ohh tentu tidak sia-sia. All those hardships have shaped me into someone stronger who’s able to endure any kinds of difficult time. Alhamdulillah. Di balik kesulitan, ada kebahagiaan. Empat tahun terberat sekaligus terindah…”
- “Selain sebagai komitmen saya dengan oath yang sudah saya ucap untuk teguh dalam menjalani apapun pekerjaan yang akan saya terima, which is, ternyata pekerjaan tersebut adalah sebagai istri; Mamah Papah mendorong saya untuk mematuhi permintaan Pak Suami. Alhamdulillah dengan gaji bulanan yang saya terima dari Pak Suami, saya tetap bisa membantu sebagian keperluan orangtua dan adik-adik. Not to mention, saya sudah tahu jalan untuk nyari beasiswa tempat tinggal, kebutuhan hidup, SPP; jadi saya tinggal memberi pengarahan ke adik-adik saya yang meneruskan kuliah di ITB. Gusti Allah Maha Pemberi Rezeki.”
Sepertinya saya tidak sendiri ya menghadapi penilaian semacam ini. Saya yakin pasti ada deh, banyak malah, para Mamah Gajah yang ketemu orang dengan komentar senada ketika memutuskan untuk menjadi Ibu Rumah Tangga. Santuyyy dan tetap semangat!
In Harmonia Progressio
Apapun profesi kita, di mana pun kita berada, sampai kapan pun; titel Mamah Gajah akan selalu melekat di sanubari. Mari, Mah, terus maju dalam kerukunan dan menjaga kebersamaan dalam keberanekaragaman. *proud Mamah Gajah
Salam Ganesha!
Bakti Kami Untukmu Tuhan, Bangsa, dan Almamater
Oath (yang tetap berlaku bagi) Mamah Gajah
Tidak suka Indomie????
Seru baca list nya teh!
LikeLike
Ehehehe Andinaaa. Iya euy. Jarang ya orang Indonesia gak demen Indomie. Anomali 😂
LikeLike
Pikiranku sama dengan Andina, kenapa Uril tidak suka Indomie ?? Apakah itu termasuk Indomie Keju Kornet Dwilingga atau Madtari hehe.
Akhirnya tahu Uril lebih dekat lagi, thank you for sharing Uril, seru deh
LikeLike
Hehe kayaknya aku ngerti deh soal Hotel. Kalau Papaku yang juga orang biologi seyrem sama makanan di luar, di abang2 gitu.. yang bungkus koran semacamnya. Ditanya kenapa, katanya kebanyakan ngeliat benda2 di bawah mikroskop 🤣
LikeLike
Hebat deh Teh Uril bisa mengidentifikasi diri sampai 38+4 poin. Udah gitu banyak diantaranya yang kayaknya sih nggak sering dilakukan orang-orang lainnya yaa.jadi kocak bacanya.hahaha
Paling penasaran sama gelas kesayangan. Kerak gelas, menambah taste minumannya kah? Inget dulu di rumah orang tua ada gelas kaleng buat bikin cem-ceman teh tubruk, berkerak juga, kayanya “ga bersihnya” itu yang bikin tehnya enak. Hahaha
Kebalikan sama Teh Uril, saya malah dilarang suami untuk berhenti kerja, padahal ya pengen juga. Setuju sama Teh Uril, kenyataannya, sekarang ilmu dari kampus yang banyak dipakai bukan mata kuliahnya, tapi lebih ke skill “bandel tebal muka” saat menghadapi situasi sulit. Dan ini berguna dimana saja dalam hidup kita.
Terima kasih sudah berbagi cerita teh, salam untuk mas ganteng di poin 12. Gemeeezzz!
LikeLike
Ya ampun lucu banget sih listnya. Aku takjub yang soal gelas nggak dicuci. Btw, tadi siang aku baru nonton Layangan Putus. Dan memuaskan!
LikeLike