Sebagai manusia yang lahir dan tumbuh sebagai orang Jawa; saat saya masih kecil dulu, banyak hal yang tidak lepas dari tradisi nenek moyang. Apalagi dulu saya sangat dekat dengan kedua Kakek Nenek dari garis Mamah dan Papah, yang membuat saya banyak mengenal budaya leluhur.
Kenapa hanya ‘saat masih kecil’? Karena sekarang, sudah banyak yang tidak saya terapkan. Seiring berjalannya waktu, zaman tidak jalan di tempat. Situasi sosial kemasyarakatan yang sudah berubah, pace gaya hidup yang bergeser super cepat; membuat saya tidak bisa tetap mengikutinya.
Hanya sedikiiiit sekali yang sampai saat ini masih saya lakukan, saking sikiknya cumak hitungan jari dalam satu tangan sahaja.
Tradisi yang Sudah Saya Tinggalkan
1. Prosesi Pernikahan Adat Jawa
Ketika masih SD, saya dan adik ‘langganan’ menjadi pendamping para pengantin. Dari kalangan tetangga (dekat maupun jauh); temannya Tante; kenalannya Pakde. Laris manis pokoknya.
Saya pun sampai hafal urutan awal sampai akhir rangkaian acara pernikahan pengantin Jawa. Siraman, tuwuhan, adol dawet, midodareni, hingga nincak endog.
Saya yang hanya tukang kipas-kipasin, ikut riweh dan bosan melihatnya. Namanya juga anak-anak, mana betah disuruh duduk terus; sementara melihat banyak tamu sebaya asyik berlarian dan mengelilingi meja prasmanan.
Menjalani ‘profesi’ ini membuat saya selalu seneng kalau mendengar kabar berita kelahiran dari para tetangga, “Ada banyak pilihan kandidat untuk kujadikan tukang kipas-kipasku pas saya jadi pengantin nanti.”
***
Ealaah, ternyata semua hanya rencana belaka. Tidak ada satupun acara adat yang saya lakukan di pesta pernikahan saya.
Bahkan saya bisa mengklaim bahwa pesta pernikahan saya paling sederhana sepanjang masa sejagat raya. Kemungkinan besar tidak ada yang sesimpel acara kami ehehe.
Kami tidak mengadakan event yang besar karena kondisi Pak Suami yang hanya mendapat off sangat sebentar. Syukurlah orang tua juga santuy.
Poin lain yang jelas banget ‘mendobrak’ tradisi adalah kami tidak menerima uang ataupun kado dari para tamu. Kami sengaja memberi gambar kotak uang yang dicoret dalam undangan, merely ingin para tamu yang hadir fokus makan-makan dan bersenang-senang saja di acara kami. Doa dan harapan indah yang tulus was all we ever wanted.
***
Ohya, meskipun dulu seringkali saya mengeluh waktu rambut saya harus disanggul dengan semprotan hairspray dan harus memakai kebaya dan jarik yang bikin jumpalitan setiap kebelet pipis; namun peristiwa tersebut akan selalu saya kenang sebagai pengalaman yang istimewa.
2. Berkatan dan Pengajian
Acara pengajian dan berkatan rutin dilaksanakan oleh Kakek Nenek dari garis Mamah setiap ada hari besar keagamaan, syukuran ulang tahun, dan slametan weton.
Lagi-lagi saya dan adik lah ‘korbannya’. Kami berdua bertugas menjadi tukang ater-ater membagikan nasi berkat ke seluruh tetangga.
Tidak jarang saya berkeluh kesah capek, apalagi pastiiii muternya siang kenthang-kenthang pula. Duh! Namun seketika senang dan gembira karena beberapa tetangga yang kami tuju, ngasih uang angpaw, ehehe.
***
Tradisi ini hanya mandheg sampai generasi Kakek Nenek saja. Mamah dan Papah tidak meneruskan kebiasaan ini. Let’s say bentuk rasa syukur kami berbeda.
3. Apeman Menjelang Bulan Ramadan
Kegiatan apeman juga rutin dilakukan oleh Kakek Nenek dari garis Mamah setiap bulan Ramadan akan datang.
Apeman adalah membuat kue apem yang bentuknya bulat menul-menul (meminjam istilah Mamah Meta :D), putih di atas, dan coklat atau bahkan gosong di bawah. Kadang dalam adonannya diisi irisan nangka kecil-kecil. Kemudian kue-kue apem tersebut dibagikan ke para tetangga.
Siapa tukang ater-ater apemnya? Ya betul! Siapa lagi kalau bukan saya dan adik, ehehe.
Resepnya boleh sederhana. Hanya terigu, tepung beras, gula; tetapi rasanya bikin nagih dan ngangenin. 🙂
***
Saya juga tidak melanjutkan tradisi ini karena banyak faktor, dan ummm let’s say… cara menyambut bulan puasa Ramadan, berbeda.
4. Syukuran dengan Jenang Sengkolo
Kedua Kakek Nenek dari garis Mamah dan Papah biasa membuat bubur merah dan putih setiap ada event yang patut disyukuri. Lahirnya para cucu, ulang tahun, slametan weton, dan semua hal yang membahagiakan.
Walaupun hanya berupa bubur super simpel warna merah yang ada kandungan gula merahnya dan bubur putih yang gurih, makna filosofisnya mendalam. Jenang Sengkolo dimaksudkan untuk membuang kesialan.
***
Saya demen banget dengan rasanya yang tidak neko-neko, terutama yang bubur merah. Enak dan legit. Namun YA, yang ini juga sudah saya tinggalkan karena saya menjalankan bentuk rasa syukur yang lain.
Tradisi yang Saya Pertahankan
Beberapa tradisi yang sampai sekarang masih saya jalankan adalah yang berhubungan dengan wellness.
1. Minum Rebusan Dedaunan dan Empon-empon
Kebiasaan ini diajarkan Mamah ketika saya sudah menginjak usia tweenager, sesaat sesudah menstruasi pertama.
Mamah rutin membuatkan saya rebusan daun sirih, daun pandan, daun ginseng, dan daun-daunan yang ada di kebun rumah. Kemudian juga ditambah empon-empon, seperti kunyit, jahe, lengkuas, dan atau kencur.
Kata Mamah, saya harus meminumnya agar badan tidak bau, wangi alami, sehat luar dalam, ah yang pasti dulu di pikiran saya, “Ribet amat sih jadi cewek!”
Rasanya juga aneh pula. Huhhh.
***
Ternyata begitu saya banyak membaca dan melanglang buana, saya menyadari kehebatan ramuan tersebut.
Bahkan Bapak dr. Zaidul Akbar dan banyak pakar kesehatan menganjurkannya karena kandungan vitamin dan mineralnya yang sangat bagus untuk badan.
Singkatnya, tubuh insha Allah bisa kuat, energetic, kulit bagus, dan stabil stay-in-shape. Atau dengan kata lain: sehat dan elok sepanjang hayat. 😀
2. Slathering Bahan Alami ke Rambut
Mamah rajin sekali slathering resep andalannya ke rambut saya setiap hari Minggu. Santan fresh, lidah buaya, dan perasan jeruk nipis; yang kemudian dipanaskan sebentar sampai semuanya larut.
Kata Mamah, ramuan tersebut ajaib membuat rambut tebal dan berkilau.
***
Sekarang aktivitas tersebut tetap saya jalankan. Hanya bahan-bahannya saja yang sering saya ganti. Selain repot, ribet, bin pliket; Pak Suami sempat complain. Kebayang kan bau rambutnya gimana serta tampilan yuck residu gel, bulir jeruk, plus sedikit remahan kelapa.
Jadilah saya menggunakan minyak kelapa, minyak castor, atau minyak kemiri saja.
3. Melembabkan Tubuh dengan Minyak
Oles-oles minyak ke seluruh tubuh frequently adalah ‘peninggalan’ Eyang Putri dari garis Papah.
Beliau telaten ngolesin baby oil ke seluruh rambut dan badannya. Meskipun saat itu Eyang sudah berusia 70an tahun dan kulitnya sudah keriput; tetapi kalau dipegang haluuuus banget, dan putiiiiihh.
Eh tapi warna kulit putihnya beliau sih karena neneknya Eyang Putri ada darah kaukasoid dan asiatic mongoloid. Warna kulit saya tidak seputih beliau karena dapat ‘pembagian’ dominannya adalah gen Jawa ehehe.
***
Sampai saat ini saya selalu nyetok segala jenis minyak-minyakan untuk tubuh. Dari Bio Oil, body oil yang khusus diciptakan oleh perusahaan kecantikan, sampai minyak zaitun yang food-grade.
Saya memasukkannya ke botol-botol kecil yang sengaja saya letakkan di berbagai tempat. Di dalam kamar tidur, kamar mandi, lantai bawah; agar bisa kapanpun saya pakai. Lebih nendang lagi kalau dicampur body lotion. Insha Allah kulit terjaga kelembabannya dan kehalusannya.
***
***
***
Begitulah sekelumit pengalaman saya came across dengan beberapa tradisi yang diturunkan para ancestors; yang banyak dipengaruhi oleh suku, agama, dan kondisi geografis. Sekalian saya tuliskan dalam agenda bulanan MGN “Nulis Kompakan Mamah Gajah Ngeblog Juli 2022”.
Saya tuh sebenarnya ngarep ‘garis atas’ saya menurunkan heritage yang mencengangkan. Seperti rahasia bisa hidup sampai 100 tahun dengan appearance tidak tua atau ramuan agar payudara tetap kencang dan bulat sampai kapanpun wkwkwk. Ini mah ‘ranahnya’ rekayasa genetika ya dan plastic surgery. 😀
***
Btw, bagaimana dengan Mamah pembaca? Adakah yang memiliki tradisi yang sama dengan saya? 🙂
Uril ternyata banyak yang samaan deh, makasih udah nulis tentang Nasi Berkat, Kue Apem dan Bubur Merah Putih, di rumah kami juga sama. Aku tiba-tiba kangen lho makan bubur merah putih, jadi pengen buat 🙂
Uril memang rajin perawatan sendiri ya, mantap, aku lagi minum juga herbal-herbal an itu , emang enak. Kemarin di Yogya minum wedang uwuh kan, itu enak banget ternyata.
LikeLike
Wuah banyak ya tradisinya. Jadi mau lihat Ibu Uril sanggulan, hehehe. Pakai baby oil bole juga ya biar halus
LikeLike
Wah tradisinya kereeenn ngerawat diri semua, pantes penampilan teh Uril masih kaya ABG. Hehehe.. Patut ditiru nih tradisi begini, salah satu cara mencintau diri sendiri dan bersyukur kan ya sebenarnya..
LikeLike
Akhirnya jadi tahu rahasia cantiknya Uril.
LikeLike
Baca tentang tradisinya semuanya menyangkut soal makanan yang enak-enak.. waah mamah Uril pinter masak kue apem ternyata. Yummy. Btw kalau disuruh jadi kipas-kipas pas kecil, dikasih uang gak? hihihi
aku malah skrg lagi mulai pakai lidah buaya campur minyak kelapa lho Uril, usaha yang agak terlambat untuk mengurangi percepatan kebotakan hihihihi.
LikeLike
tradisi yang masih diteruskan bentuk perawatan diri ya. btw tradisi ucapan syukurnya diubah jadi bemtuk apakah kalau boleh tau?9
LikeLike
tradisi yang masih diteruskan bentuk perawatan diri ya. btw tradisi ucapan syukurnya diubah jadi bemtuk apakah kalau boleh tau?
LikeLike