NUR, ARNE, FUNNI
Arne menuruti titah Mba Nur yang menyuruhnya untuk mendekatinya.
Nur: “Yak, stop!” meminta Arne untuk berhenti, menyisakan jarak sekitar 60 cm antara keduanya.
Lalu Arne pun duduk sejajar dengan Nur yang sedang di atas kasurnya yang terpapar di lantai, tanpa dipan.
Nur: “Silahkan Satya Aswasada Nandana si anak kecil. Kamu boleh melihat tetapi tidak boleh menyentuh.”
Arne: “Yahh penonton kecewa!”
Nur: “Eitss tenang! Tunggu tanggal mainnya!”
Arne: “Tanggal? Yahh masih lama dong!”
Nur: “Eh salah. Tunggu menit mainnya!”
Arne: “Ya! Siapp, old lady!” wajahnya sumringah dan bersemangat.
Nur: “Tetapi, jangan buru-buru! Seperti yang dibilang Sofie ke Max di serial Love & Anarchy, YOU MUST EARN IT!”
Arne: “Ahahaha, siapa takut! Saya harus ngapain, Mba?”
Nur: “Hhmm pertama-tama, kamu harus…. Eh ada apaan di situ?” Nur menunjuk ke bagian samping bibir Arne.
Nur: “Kayak ada busa putih-putih??”
Arne segera mengelapnya dan menyadari bahwa itu residu odolnya setelah sikat gigi tadi.
Arne: “Ehehehehe, ini tadi abis sikat gigi, Mba. Soalnya tadi abis makan ati ampela sama kecap, nanti Mba kebauan amisnya.”
Nur: “Wuihh, terniat yah Bestie! Ehehe. Yok kita lanjoott! Terus kamu nanti ……”
Suara Nur terhenti ketika tiba-tiba ada orang di luar mengetuk pintu kamarnya.
***
*Knock knock knock… Knock knock knock…. Knock knock knock… Knock knock knock….
Funni: “Assalammualaikum! Nur!”
*Knock knock knock… Knock knock knock…. Knock knock knock… Knock knock knock….
Funni: “Nur, bukain dong! Kamu di dalam kah? Assalammualaikum. Nurbaiti Painemwati!”
Funni tanpa lelah terus mengetuk kamar Nur.
***
Jelas saja Nur dan Arne menjadi tegang dan kebingungan. Nur pun segera membuat HP-nya silent dan cepat-cepat meminta Arne melakukan hal yang sama dengan suara berbisik yang sangaaaat pelan.
Selama Funni mengetuk pintu tanpa henti, mereka berdua membekap mulut mereka masing-masing, berharap tidak ada suara yang dikeluarkan.
Funni juga menelepon serta mem-WA Nur berkali-kali. Untung saja ponselnya sudah di-silent dari awal.
***
Sepuluh menit…
Lima belas menit…
Dua puluh menit….
Tiga puluh menit….
Pffiiuhh. Akhirnya berlalu sudah! Tidak lagi terdengar suara Funni yang ngedumel sendiri, diintip dari lubang kunci juga sudah tidak terlihat. Sungguh 30 menit terlama dalam hidup mereka berdua.
Nur kesal dengan dirinya sendiri kenapa meletakkan kursi di depan pintu kamarnya, karena membuat orang betah untuk mengetuk pintu segitu lamanya.
***
Interupsi tersebut mengubah Nur dalam sekejap. Dia menganggap bahwa hal tersebut adalah sinyal dariNya untuk tidak melanjutkan aktivitasnya ini.
***
Nur: “Ummmm Arne, kamu balik saja ke kamar ya. Saya harus ngerjain sesuatu. Banyak yang harus saya edit dari laporan saya.”
Tampaknya Arne bisa memahami situasi ini, karena dia pun merasakan hal yang sama.
Arne: “Ohh oke Mba…”
***
Setelah Arne pulang menuju kamarnya sendiri, Nur segera mengenakan bajunya kembali. Kemudian mengambil air wudhu, memohon ampunan padaNya, dan merenungi sesuatu yang baru saja terjadi.
Nur: “Semesta tidak mengijinkanku melakukan ini…”
Dia menyesal sudah melampaui batas. Dengan segera, Nur menghapus nomer HP Arne dari ponselnya.
***
***
***
Sejak kejadian itu, hubungan mereka berdua seperti orang asing. Tidak pernah lagi mereka ngobrol di depan kamar; tidak pernah lagi berkabar di WA atau saling nitip dibelikan buah pir di Indombret. Kalau tidak sengaja bertemu atau berpapasan, baik di area kos atau di kampus, mereka hanya saling senyum singkat tanpa menyapa nama masing-masing.
Setiap harinya, Arne sengaja pulang malam untuk menghindari bertemu dengan penghuni sebelahnya.
Nur juga mengatur jadwalnya ke luar kamar saat tetangga sebelahnya sedang tidak ada atau sedang menutup pintu kamarnya.
***
***
***
Seminggu…
Dua minggu….
Tiga minggu telah berlalu…
***
***
***
Malam itu jam 11.47 malam, Nur sedang sibuk mengerjakan laporan TA-nya dan mempelajari bahan-bahan yang diperlukan untuk sidangnya yang akan digelar beberapa hari lagi.
Ponselnya bergetar menandakan WA masuk. Hanya ada nomer HP yang tertera.
WA 081802727351: “Malam Mba. Belum tidur ya. Saya denger lagunya Ten2Five yang Ready to Lose You dari tadi diputer berulang-ulang.”
Membaca teksnya, Nur langsung ngeuhh bahwa itu WA dari penghuni kamar sebelah.
WA Nur: “Hei halo. Iya nih, sedang belajar. Ehh ya ampuuun, keberisikan ya, maaf gak nyadar kalau sekencang itu. Aku juga denger kok, kamu lagi dengerin lagunya Bryan McKnight yang One Last Cry itu kan sekarang. :)”
WA Arne: “Ahahaha berarti saya juga nyetelnya terlalu kenceng ya Mba. Oke saya kecilin, Mba! Biar gak terganggu belajarnya.”
WA Nur: “Ah gapapa kok. Santuyy! Btw bagaimana kabar kamu?”
WA Arne: “Baik, Mba! Gimana dengan Mba? Sudah lama gak ngobrol-ngobrol kita Mba. Tapi saya maklum, Mba kan sedang sibuk ngadepin sidang.”
WA Nur: “Ehehehe iya, doakan lancar ya!”
WA Arne: “Iya lah Mba! Pasti! Nih saya mau sekalian bilang sesuatu, Mba.”
Nur menggumam, “Bilang sesuatu? Apaan ya?”
Dua belas menit terlewati, tetapi WA Arne tidak kunjung datang. “Kok gak ada terusannya? Mau ngomong apa sih dia?” Karena penasaran, Nur pun segera me-reply-nya.
WA Nur: “Bilang apa, Arne?”
WA Arne: “Minggu depan saya pindah kos, Mba.”
***
Kyaaaa, Nur terdiam. Dirinya teringat akan pepatah, “You don’t know what you’ve got until it’s gone”.
Memang betul Nur selalu menghindar untuk tidak bertemu dengannya lagi, tetapi kabar kepindahannya, tak disangka mengguncang batin Nur.
Hiks hiks hiks hwaaaaaa, Arneeeeeee.
Disanalah dia sekarang, sendiri di dalam kamarnya yang selalu berantakan, sedih meratapi berita akan pindahnya si anak kecil…
***
***
***