Fakyhu & Byut
Sebagai mahasiswi yang sangat perhitungan (baca: medhit), Byut rela mendaki gunung lewati lembah, kalau memang harganya lebih murah. Ini berlaku juga dalam hal ngeprint.
Tempat langganannya adalah Priangan Print 45 yang terletak di Jl. Ditempatilaludiukur nomor 45. Per lembarnya hanya 300 rupiah, dan hasilnya pun cukup memuaskan.
***
Sambil mengunyah lumpia basah yang dibelinya di depan kampus, Byut duduk menunggu hasil print-nya di kursi yang tersedia. Sedang enak-enaknya….
Fakyhu: “Ehh ada Rafflesia. Jauh amat nge-print-nya, Neng!”
Byut hampir tersedak dan menoleh, lalu mengambil tisu dari dalam tasnya untuk ngelap saus kental yang netes-netes di dagunya.
Byut: “Ehh ada tetangga. Mau nge-print juga kau? Hmmm, kenapa berkesimpulan kalau aku nge-print-nya jauh?”
Fakyhu: “Ya iyalah, Print 45 kan tujuan anak-anak UNPADDX. Di sekitar UGN kan ada banyak tempat nge-print toh?!”
Byut: “Tunggu, tunggu. Kok kamu bisa tahu kalau aku anak UGN??”
Fakyhu: “Hehehehe, kan semua ada di ujung jari. Tinggal ketik nama kamu, dapet deh.”
Lelaki yang jenis dan gaya rambutnya mirip Jon Snow ini mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sesuatu di layarnya.
Fakyhu: “Nih. Kamu aktif banget ya. Semua-mua dipotoin. Si lumpia basah juga sudah mejeng beberapa menit yang lalu.”
Byut: “Entah… Apakah aku harus merasa seneng atau takut ada yang stalking begini. Hhhhh! Maderfaker!“
Fakyhu: “Hey hey, tenang. Aku kan bukan orang asing. Bukan juga fedofil. Kita kan sudah serumah, Beb,” senyumnya melebar.
Byut: “Iyuuuuuu. Kenapa jadi terdengar jijay ya?! Nih aku bisa manggil namamu berulang-ulang kalau lagi kesel. Fakyhu Maderfaker. Fakyhu Maderfaker. Fakyhu Maderfakeeerrrrrrrr!” marahnya mendadak mereda dan berganti dengan tawa.
Byut: “Seumur-umur baru nemu ada orang yang namanya nyebelin, ya Allah Gustiiii.”
Fakyhu: “Toss dulu. Kita berdua sama-sama punya nama yang aneh. Mau tahu sejarah asal usulku dapet nama begini?”
Byut: “Sok. Masih nungguin 100 halaman lagi. Masih banyak waktu.”
Fakyhu: “Jadi, umm, aku ini adalah hasil dari persilangan sperma dan sel telur yang sudah tidak berkualitas. Nyokap mengandungku tepat sebelum beliau menopause di usia 59 tahun. Ayahku, usianya 66 saat itu..”
Byut: “Stop. Nyokap menopause di usia 59? Wow. Dan, ummm usia segitu masih aktif …..,” memberi isyarat tangan kiri membentuk lubang, jari kanan masuk ke lubang berulang-ulang.
Fakyhu: “Kalau gak gitu, gw gak bakal ada! Plis jangan ngetawain. Mereka orangtuaku lho.”
Byut: “Oh, okay, sorry... Lalu..?”
Fakyhu: “Selama 9 bulan, Nyokap kondisinya tidak prima. Tau sendiri lah, manula tuh gimana. Buat aktivitas sendiri saja capek, apalagi hamil. Kasihan nyokap,” tak terasa matanya berkaca-kaca. Byut pun merasa bersalah sudah sempat ngejekin.
Tanpa sadar, tangan Byut menepuk-nepuk punggung Fakyhu.
Fakyhu: “Pas hari H, Nyokap ngeden lamaa banget sampe molet-molet kesakitan. Sampai akhirnya Nyokap gak tahan dan teriak F*ck you motherf*cker! F*ck you motherf*cker! F*ck youuuuuuuuuu! Dan, ajaib, aku keluar dengan mulusnya. Karena peristiwa itu, Ayah dan Nyokap sepakat memberiku nama F*ck you motherf*cker dengan ejaan bahasa Indonesia…”
Byut: “Kisah yang indah sekali hiks.. hikss, ” Byut pun meneteskan air matanya.
Byut: “Gimanapun, nama pemberian orangtua kita, harus kita hargai, seburuk apapun, ternyata ada kisah indah di baliknya….”
***
***
Mas Print: “Atas nama Kak Byuti. Sudah selesai nih, Kak!”
Byut: “Ohh. Iya, itu saya!” bergegas menuju kasir dan mengambil seratus lima puluh lembar pesanannya.
Setelah memasukkan semuanya ke tasnya yang berukuran besar, Byut pamit ke Fakyhu.
Byut: “Hei, aku udah selesai. Kamu masih lama? Aku duluan ya, sudah pengen mandi. Gerahhh..”
Fakyhu: “Aku dari tadi gak nge-print sama sekali kok. Emang sengaja pengen nemenin kamu, yok pulang bareng,” sambil melirik ke arah Byut.
Byut tak tahu harus bereaksi bagaimana. Tapi dia sempat merasakan sedikit deg deg serrr di antara kedua pahanya, eh salah, di jantungnya.
Byut: “Ahh, entah, aku harus merasa tersanjung atau serem ngadepin kamu??!”
***
***
Akhirnya mereka berdua sudah berada di atas angkot yang penuh sesak. Tanpa disadari, mereka berdua saling nge-gap sedang saling mencuri pandang.
***
***
Dua puluh menit kemudian mereka sampai juga. Fakyhu mengantarkan Byut sampai depan kamarnya.
Byut: “Sampai sini saja ya. Aku gak akan ngajak kamu masuk, karena aku belom mandi. Mau ngapa-ngapain dulu.”
Fakyhu: “Kalau udah mandi? Boleh?”
Byut: “Ummm, aku baru punya jawabannya saat nanti aku udah bener-bener beres mandi.”
Fakyhu: “Nanti WA ya! Pastinya aku ngarep jawabannya adalah BOLEH! Hehe…”
Byut hanya bisa tersenyum tanpa berkata-kata.
***
Di dalam kamar, Byut terdiam dan merenungkan percakapannya dengan Fakyhu. Byut bukanlah seorang remaja ingusan, dia tahu apa yang akan terjadi saat Fakyhu berada di kamarnya, hanya berduaan.
Terlebih dirinya bukan lagi seorang wanita perawan. Masa SMA-nya cukup liar untuk ukuran remaja kota TerangBenderang.
WA Byut: “Fakyhu, jangan malam ini ya. Besok saja. Malam ini aku harus ngerjain sesuatu. See you. :)”
WA Fakyhu: “Yahhh 😦 Sayang banget. Tapi gapapa deh, yang penting jadi, hehe. Sampai ketemu besok ya!”
***
***
Keesokan harinya…
—– knock knock knock—- knock knock knock——
Hahh. Masih jam 11 siang, kok sudah datang tuh anak. Byut beranjak membuka pintunya di sela-sela sedang memilah antara ji-string warna merah PDI, kuning Golkar, atau hijau P3.
Byut: “Mamah! Papah!”
Byut sangat terkejut ketika melihat kedua orangtuanya berada di depan kamarnya.
Mamah dan Papah Byut: “Byut, bawa barang-barangmu yang penting! Cepet, Nak!”
Byut: “Mam, Pap, ada apa?? Kenapa?” kebingungan setengah mati.
Mamah Byut: “Kamu tuh ya, setiap saat internet-an tapi gak tahu berita terkini?!!”
Papah Byut: “Ada virus Kopet69 yang mematikan! Presiden Indonesaland sudah mengumumkan bahwa akan ada lockdown mulai besok. Kita pulang ke TerangBenderang sekarang juga!! Eh itu apa, Nak??”
Papah Byut menunjuk ke deretan ji-string penuh warna.
***
***
***