Body, Mind, Soul · Memori & Nostalgia · Nulis Kompakan MGN

Makan Gak Makan Asal Kumpul

Kalau Mamah bacanya sambil nyanyi, SYELAMAT! Itu artinya Mamah adalah pribadi yang gemar menyanyi ehehehe.

Slogan “makan gak makan asal kumpul” sudah sangat tertanam dalam jiwa raga, mengingat dulu kami merupakan golongan ELIT alias Ekonomi syuLIT.

***

Mari saya ajak Mamah down memory lane sejenak ke sepenggal kisah hidup saya di masa lalu. πŸ™‚

Peristiwa epik ini terjadi ketika saya masih duduk di… umm kelas 2 atau 3 SD. Lupa. Pokoknya waktu itu adik saya baru ada 2, dan yang 1 masih bayi.

***

Sebagai anak yang jarang pergi-pergi, saya sangat excited ketika Mama mengajak saya ke Kutoarjo untuk mengunjungi adik dari nenek-maternal.

Waktu tempuh dari kota saya tinggal, Kediri, ke Kutoarjo menggunakan kereta api adalah sekitar 5 jam.

Ada 9 orang dalam rombongan: Kakek, Nenek, Mama, Bude dan anaknya, Pak Lek yang waktu itu masih single, saya, dan dua adik saya.

Kami naik becak menuju ke stasiun yang jaraknya cukup dekat dari rumah Kakek Nenek, tempat kami berkumpul. Hiruk pikuk stasiun malah membuat saya makin riang gembira.

***

Bau besi kereta yang menyengat dicampur dengan beragam aroma manusia mengusik saraf olfaktori saya.

Kami berjalan dan terus berjalan melewati kursi-kursi yang sebagian besar sudah occupied. Tak lama kemudian, Kakek dan Nenek duduk di kursi penumpang. Namun anehnya, kami tetap melangkah, meninggalkan Kakek dan Nenek.

***

Sepanjang mencari tempat duduk, saya menikmati pemandangan orang-orang yang berdesakan, para pedagang yang naik turun dengan berbagai jenis jualannya, dari koran, makanan, minuman, hingga mainan.

Sambil menoleh ke sana kemari melihat orang berlalu lalang, saya senang campur capek.

Uril-kecil: “Kok gak nyampek-nyampek tho, Mam? Kursine endi, Mam?” (1)

Mama: “Sek Ril, iki jek digoleki.” (2)

***

Lama-lama kami makin ke belakaaaang dan malah turun dari gerbong. Saya makin bingung tapi akhirnya lega karena tidak jauh jalannya.

Selanjutnya kami naik lagi ke gerbong yang ada. Mama meminta saya duluan digandeng Pak Lek.

Dan…. ternyata…. itu gerbong barang, Sodara-sodara! Gerbong yang tidak ada kursinya!

Yang mengezutkan adalah banyak sekali orang yang dengan santainya duduk lesehan di lantai kereta. Ada yang sudah terniat bawa tikar, ada yang pakai koran bekas untuk alas duduknya, ada juga yang menggunakan travel bag-nya.

***

Sebagai anak kecil, saya tahu ini tidaklah normal. Saya protes.

Uril-kecil: “Mam, kok lenggah kene. Aku emoh, Mam!” (3)

Mama: “Enak Ril, iki AC alami, seng nang njero, sumuk!” (4)

Pasrah, namanya juga anak kecil. Selama Ibunya yang bilang, pasti manut lah.

***

Akhirnya kami berhasil menemukan ‘spot‘ kami. Pak Lek menggelar koran bekas, yang entah saya tidak tahu beliau dapat dari mana. Beli, bawa dari rumah, atau dikasih sama penumpang lain.

Setelah nyaman dan settled, kereta pun berjalan.

***

Wuahhhh, ramainya pol-polan. Dempet-dempetan dengan orang lain. Bahkan di jarak sekitar beberapa langkah, ada yang membawa ayam dan kambing. Hiks. Sungguh mimpi buruk untuk anak kecil yang jijik dan gak suka dengan binatang.

Huwaaaa this is not what I signed up for….,” pikir saya kala itu (tapi tanpa bahasa Inggris, ehehe).

Ekspresi wajah kesal saya di-notice Mama. Mama yang sedang menggendong adik saya mengalihkan perhatian saya dengan mengusap-usap rambut saya. Ketika saya menengok ke Mama, Mama memberikan senyumannya yang penuh pesona. Ajaib, gundah gulana bablas. πŸ™‚

Saya merasa ayem, tenang, dan terlindungi.

***

Sesaat kemudian, Bude mengeluarkan bekal yang dibawa dari rumah. Ada telur puyuh, jemblem (misro dalam bahasa Sunda), dan yang sampai sekarang sensasi lezatnya tak hilang dari lidah adalah kacang lengket ehehehe. Kacang lengket, yang saya tidak tahu apa namanya, adalah kacang goreng yang saling berlekatan satu sama lain dan rasanya manis pedas.

Bude: “Iki Ril, mundhut seng akeh!” (5)

Uril-kecil: “Kok uwenak eram, Bude.” (6)

Mama: “Endang dientekne kono. Enak tho Ril nang kene, isis, adem hawane. Lek nang njero, sumuk, Ril!” (7)

Uril-kecil: “Iyo Mam. Tapi enek wedhus kuwi lho Mam. Karo pitek. Aku wedi. Engko lek aku diparani piye, Mam??” (8)

Mama: “Ora arep nyapo-nyapo, enek Mam, kuwi wedhuse yo ditaleni. Seng kagungan yo wes njogo.” (9)

***

Betul yang dibilang Mama, kelas ‘premium’ yang kami naiki, hawanya adem semilir, dan bikin saya terkantuk-kantuk. Kepala saya ada di pangkuan Mama. Sambil samar-samar, saya mendengar mereka semua sedang ngobrol dan bersenda gurau bersama.

***

Ya Allah, saya tidak menyangka segerbong sama kambing dan ayam menorehkan kenangan indah. Dengan seadanya, selama kami bersama, kami tetap bisa berbahagia. Alhamdulillah. πŸ™‚

***

***

***

Epik kan, Mah? Ehehe. Apa?? Gak epik??

Baiklah mungkin kejadian berikutnya, yang saya saksikan saat bangun tidur, bisa membuat Mamah ter-epik-epik.

Begitu saya membuka dan mengucek-ngucek mata, saya melihat si kambing sedang keenakan mengeluarkan poo-nya. Pliss deh, dasar kambing bandot!

***

Begitulah Mah, slice of life yang saya tulis pada momen Nulis Kompakan Mamah Gajah Ngeblog; yang sangat indah untuk dikenang namun tidak untuk diulang… πŸ™‚

***

***

***

CATATAN:

(1) “Kok gak sampai juga, Mam? Kursinya mana?”

(2) “Tunggu, Ril, ini sedang dicari.”

(3) “Kok duduk di sini? Aku gak mau!”

(4) “Ini ada AC alami, yang di dalam, panasss.”

(5) “Ini, ambil yang banyak!”

(6) “Enak banget, Bude!”

(7) “Sana habiskan. Enak kan di sini, adem. Kalau di dalam, panas.”

(8) “Iya Mam, tapi ada kambing itu lho Mam, sama ayam. Aku takut. Kalau aku didatangi, gimana, Mam?”

(9)Gak akan kenapa-napa. Ada Mam. Itu kambingnya juga diikat. Yang punya kambing juga menjaganya dengan baik.”

6 thoughts on “Makan Gak Makan Asal Kumpul

  1. Sangat indah untuk dikenang, tapi tidak untuk diulang. Ahahaa… iya juga. Seringkali apa yang kita rasa sebagai ‘pengalaman pahit’ ternyata di suatu saat di masa depan bisa dikenang sebagai sesuatu yang manis. Asal bersama, kumpul bareng keluarga, itu sudah bahagia yaa…

    Like

  2. Salut sama Ibunya yang bisa meredakan kekesalan anaknya. Sebagai seorang Ibu sekarang kebayang rasanya dulu mungkin Ibunya juga ga nyaman tapi menunjukkan sisi positif sehingga bisa dikenang indah.

    Like

  3. Ya ampun, pengalaman berharga banget ya Ril pernah naik gerbong barang. Kupikir itu hanya ada di film-film aja. Baru tahu kalau di Indonesia ada yang seperti itu. Masih ada sampai sekarang nggak ya yang seperti itu?

    Like

  4. Aku tadinya hampir menulis dengan judul yang sama, tapi bukan karena lagu karena aku bahkan baru tau kalau ada lagu makan tidak makan yang penting kumpul. Btw itu kakek nenek doang yang kebagian duduk di kursi ya, mereka ga bisa ikut merasakan ramainya kumpul-kumpul dong jadinya.

    Like

Leave a comment